RUU Soal Palang Merah Dikritisi Bulan Sabit Merah Indonesia

Bagikan Artikel Ini:
RUU Soal Palang Merah Dikritisi Bulan Sabit Merah Indonesia

Awaludin Pangkey, Ketua Bulan Sabit Merah Indonesia Cabang Manado

BERITATOTABUAN.COM, MANADO –Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang kepalang merahan yang dibahas oleh DPR RI dan akan memasuki tahap akhir di tahun 2017 ini, mendapatkan sorotan dari sejumlah aktifis palang merah. Salah satunya datang dari Ketua Bulan Sabit Merah Indonesia Cabang Manado, Awaludin Pangkey. Kepada beritatotabuan.com, Awaludin meminta agar para legislator di Senayan bisa meninjau kembali sejumlah pasal krusial, yang dinilai olehnya bisa menjurus pada monopoli kebijakan dalam bidang kemanusiaan.

“Dalam naskah akademik RUU tersebut ada yang menyebutkan kalau Pemerintah perlu melakukan penertiban terhadap semua organisasi yang melaksanakan kegiatan kemanusiaan di Indonesia agar tidak menggunakan nama maupun lambang yang serupa.  Ini berarti lambang bulan sabit merah, seperti pada lambang banyak klinik, RS Islam, MER-C, BSMI, MUKISI, HELP Sharia, dilarang oleh pemerintah. Bahkan, Penggunaannya diancam hukuman pidana,” ungkap Awaludin.

Dirinya juga mengatakan, dalam RUU tersebut pada pasal 1 ayat 3 tertera kalau Setiap Orang dilarang menggunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI sebagai merek suatu produk barang, jasa, atau nama suatu badan hukum tertentu atau organisasi tertentu dan/atau menggunakan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI untuk reklame atau iklan komersial. “Padahal Lambang Kepalangmerahan adalah simbol Kepalangmerahan yang terdiri atas lambang palang merah dan lambang bulan sabit merah yang dilindungi berdasarkan Konvensi,” jelasnya.

Parahnya lagi, masih menurut Awaludin, dalam ayat 4 RUU tersebut disebutkan kalau setiap Orang dilarang meniru nama dan Lambang Kepalangmerahan atau menggunakan Lambang Kepalangmerahan yang berdasarkan bentuk dan warna, baik sebagian maupun seluruhnya dapat menimbulkan kerancuan dan kesalahmengertian terhadap penggunaan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI, kecuali lambang yang telah diatur dalam hukum internasional. “Ini biisa di tafsirkan sebagai monopoli kebijakan dalam gerakan kemanusiaan, sedang di Indonesia walaupun hadir belakangan bulan sabit merah telah eksis dalam merealisasikan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan di tanah air. DPR harus merubah pasal pasal yang krusial itu atau menunda pengesahan RUU kepalangmerahan,kalau perlu RUUnya di rubah menjadi RUU kemanusiaan agar tidak terkesan monopoli dalam hal kemanusiaan oleh lembaga tertentu,” tutupnya. (mg2)

author

Author: 

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.