Pernah Dilarang, Perayaan Imlek Kembali Dibolehkan di Era Gusdur

Bagikan Artikel Ini:

 

 Perayaan Imlek

Ilustrasi Perayaan Imlek

BERITATOTABUAN.COM, NASIONAL – Perayaan Imlek sebagai salah satu kegiatan tahunan warga etnis tiong hoa di seantero Dunia, rupanya memiliki sejarah panjang di Indonesia. Di Era Soekarno, perayaan Imlek ini sempat diperbolehkan dengan ketetapan pemerintah di masa itu, sebagai bagian dari peryaaan Hari Raya umat Beragama.

Selanjutnya, perayaan Imlek ini, kemudian mengalami masa kelam di era pemerintahan Soeharto. Dimana, dikutip dari situs okezone.com, yang diambil dari jurnal berjudul Imlek, Identitas dan Multikulturalisme di Yogyakarta, karya Sudono, Suhartono dan GR Lono Lastoro Simatupang, perayaan tahun baru oleh warga tiong hoa tersebut, penah dilarang selama 32 tahun, ketika Soeharto memimpin (1966-1998), dimana hal ini diperkuat dengan terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) nomor 14 tahun 1967. Akibatnya, rangkaian perayaan Imlek tahunan, seperti Perayaan Peh Cun (Festival Perahu Naga), Perayaan Tong Chiu Pia (Perayaan Kue Bulan), hingga Cap Go Meh, juga tarian Barongsai dan Liong, hanya bisa dilakukan tertutup di internal etnis tiong hoa.

Usai pemerintahan Soeharto lengser di tahun 1998, warga etnis tiong hoa bisa bernafas lega. Pasalnya, di era Presiden ke 4 KH Abdurrahman Wahid atayu Gusdur, Inpres nomor 14 tahun 1967 tersebut kemudian dicabut, dimana saat itu pemerintah memberikan kesempatan luas kepada warga etnis tiong hoa untuk menyamakan kedudukan mereka dengan masyarakat lain, tanpa adanya diskriminasi.

Bahkan, di era Gusdur tersebut, lewat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia saat itu, Imlek kemudian dijadikan hari libur fakultatif, bagi mereka yang merayakan pergantian tahun tersebut. Meski sempat menimbulkan pro kontra di kalangan etnis tiong hoa, khususnya penganut konghucu yang menganggap kalau Imlek merupakan hari raya keagamaan yang berkaitan dengan lahirkanya konfusius, namun, tidak bisa dipungkiri kalau Imlek merupakan salah satu tradisi budaya dari warga keturunan tiong hoa yang meski telah memeluk agama seperti Kristen, Katolik, dan Islam tetap merayakan penanda pergantian tahun tersebut.

Di Tahun 2003, ketika Megawati Soekarno Putri menjadi Presiden Republik Indonesia. Seolah ingin mengulang kembali apa yang telah ditorehkan oleh ayahnya Ir Soekarno, Megawati kemudian memutuskan untuk menjadikan Imlek sebagai hari libur nasional dalam penanggalan kalender. (okz/jun)

Tags:
author

Author: 

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.