BERITATOTABUAN.COM – Aditya Anugrah Moha, tokoh Bolaang Mongondow Raya (BMR), Kembali mengajukan gugatan dalam memperjuangkan hak konstitusi sebagai warga negara Indonesia.
Di mana, hal tersebut didasarkan pada kewajiban untuk terus memajukan diri dalam memperjuangkan hak secara kolektif dalam mengembangkan, membangun masyarakat, bangsa dan negara.
ADM, sapaan akrab Aditya Anugrah Moha, Bersama tim kuasa hukum yang dipimpin Imam Nasef mengajukan permohonan pengujian materil Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah ke Mahkamah Konstitusi.
ADM memohon MK untuk dapat menguji Kembali Pasal 7 ayat (2) huruf g yang termuat dalam UU nomor 10 tahun 2016 yang telah dimaknai MK melalui putusan nomor 54/PUU-XVII/2019.
Pasalnya, pasal tersebut telah membatasi hak konstitusi ADM sebagai warga negara, sebagaimana yang diungkap oleh tim kuasa hukum pada pembacaan pokok-pokok permohonan dalam sidang pendahuluan yang digelar Kamis, 4 Juli 2024.
Pasal tersebut mengatur mengenai syarat mantan narapidana untuk dapat mengikuti Pemilihan Kepala Daerah yang diantaranya telah melewati jangka Waktu 5 tahun setelah menjalani masa tahanan.
ADM sendiri telah menjalani masa pidana selama 4 tahun, dan berdasarkan Putusan Pengadilan Jakarta Pusat tertanggal 6 Juni 2018, hak politiknya tidak sedang dicabut.
“Telah merugikan hak konsitusional pemohon secara spesifik actual dan bahkan potensial karena secara tidak langsung telah mencabut hak politik pemohon secara lima tahun kedepan,” terangnya.
Imam mengungkapkan, Aditya Anugrah Moha mendapatkan dorongan kuat dari masyarakat untuk dapat berpartisipasi pada Pemilihan Kepala Daerah di Sulawesi Utara.
“Untuk mendapat pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum dalam pencalonan kepala daerah menjadi terhalangi,” ujarnya.
Sementara itu, Aditya Anugrah Moha dihadapan majelis hakim menegaskan, perjuangan dalam mengembalikan hak konstitusi didasarkan pada dorongan masyarakat, khususnya Bolaang Mongondow Raya.
“Apa yang kami lakukan hari ini tidak semata-mata hanya keinginan pribadi kami, tapi berdasarkan kepada harapan aspirasi dari pada seluruh ribuan masyarakat yang ada di Bolaang Mongondow Raya dan umumnya Sulawesi Utara,” ujarnya.
Terlebih, kasus yang menjeratnya bukanlah penyalahgunaan wewenang ataupun merugikan negara, melainkan untuk memperjuangkan ibunya.
“Yang saya lakukan adalah, membela, menjaga harkat dan martabat ibu saya. kasus saya adalah, saya membelah ibu saya. saya tidak merugikan negara atau memperkaya diri sendiri,” terangnya.
Sehingga, ADM memohon agar MK dapat meninjau Kembali pemaknaan Pasal 7 ayat (2) huruf g yang termuat dalam UU nomor 10 tahun 2016.
“Narapidana yang tidak jatuhi hak politiknya dicabut hak politiknya ini bisa dikecualikan, dan bisa ikut dalam kontestasi Pilkada,” tutupnya.
Majelis Sidang Panel yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo serta Arief Hidayat dan Daniel Yusmic P Foekh pun memberikan nasihat.
Hakim MK Arief Hidayat meminta agar pemohon dapat menguraikan dengan jelas, kategori hak-hak asasi manusia yang dibatasi oleh pengadilan dan pembentuk Undang Undang.
“Supaya bisa memberikan keyakinan pada hakim, ini semua orang tidak bisa digeneralisir, ada orang yang sudah menyadari harus berbuat lebih baik lagi karena sudah pernah melakukan kesalahan,” ujarnya Hakim Arief Hidayat.
Untuk itu, MK memberikan kesempatan agar pemohon dapat memperbaiki serta memperkuat dasar-dasar permohonan paling lama 17 Juli 2024.
“Tolong kami, kami diberi dasar teori, asas, doktrin yang kuat,” ujar ketua MK Suhartoyo.*(Ngg)