Jakarta, BT – Ketua DPD PDIP Sulut yang juga Bendahara Umum DPP PDIP, Olly Dondokambey, Jumat (12/09/2014) siang tadi, kembali menyambangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedatangan Olly ini terkait penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Saat tiba di gedung KPK, Jakarta, Olly tidak berkomentar banyak. Namun menurut informasi dari ajudan yang mendampinginya disebutkan, anak buah Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri itu diperiksa untuk tersangka Direktur Utama PT Dutasari Citralaras Machfud Suroso.
“(Diperiksa) Buat Machfud Suroso,” kata ajudan Olly sebelum masuk ke Gedung KPK, Jakarta, sebagaimana dilansir beritatotabuan.com, melalui salah satu media nasional.
KPK telah menetapkan Machfud Suroso sebagai tersangka. Direktur Utama PT Dutasari Citralaras tersebut disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terungkap, Machfud selaku Direktur Utama PT Dutasari Citralaras menerima uang muka sebesar Rp 63,3 miliar yang tidak seharusnya diterimanya.
Sedangkan dugaan keterlibatan Olly dalam kasus tersebut mencuat dalam surat dakwaan para tersangka kasus P3SON Hambalang. Dalam amar putusan 2 terdakwa Deddy Kusdinar dan Teuku Bagus Mohammad Noor disebutkan, Olly terbukti menerima uang Rp 2,5 miliar dari proyek P3SON.
“Dalam proses pembanguan proyek P3SON Hambalang, terdakwa telah menyuap Olly Dondokambey yang merupakan anggota Banggar DPR sebesar Rp 2,5 miliar,” kata hakim anggota Sinung Hermawan saat membacakan putusan Teuku Bagus di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Selasa 8 Juli 2014 lalu.
Hakim menyebut suap tersebut berkaitan dengan pengurusan proses anggaran proyek P3SON yang tengah dibahas di Badan Anggaran (Banggar) DPR. Sebab, melalui Banggar DPR tersebut, anggaran proyek yang awalnya single years menjadi multiyears itu meningkat drastis, dari awalnya hanya menelan biaya sebesar Rp 125 miliar menjadi Rp 2,5 triliun. (lp6)