41 Kasus Kekerasan Seksual di Tahun 2020, Farida Minta Pelaku Dihukum Kebiri

41 Kasus Kekerasan Seksual di Tahun 2020, Farida Minta Pelaku Dihukum Kebiri
Kepala Dinas P3A Pemkab Bolmong, Farida Mooduto

BERITATOTABUAN.COM, Bolmong – Tercatat ada 101 kasus kekerasan yang melibatkan perempuan dan anak di Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), sepanjang periode Januari hingga Minggu terakhir Juni 2020. Dengan rincian kekerasan seksual 41 kasus, kekerasan fisik 27 kasus, KDRT 17 kasus, anak sebagai pelaku 12 kasus, dan lainnya 4 kasus.

Bahkan dari 41 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak tersebut, 5 diantaranya dilakukan oleh ayah kandung dari anak yang menjadi korban.

Menyikapi hal tersebut, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Pemerintah Kabupaten Bolmong Bolmong mendorong agar diberlakukan hukuman kebiri bagi pelaku rudapaksa terhadap anak kandung.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Bolmong Farida Mooduto berharap kelimanya dijatuhi hukum kebiri.

(BACA : Tega Rudapaksa Anak Kandung Sendiri, SM Diamankan Polisi)

“Sangat pantas diberikan hukuman kebiri, karena mereka adalah ayah yang mustinya
melindungi tapi ini malah merusak masa depan,” ujar Kepala DP3A Bolmong, Farida Mooduto, Selasa (30/06/2020), di Lolak.

Permintaan tersebut, diungkapkan Farida telah disampaikan pihaknya kepada penyidik dari Kepolisian untuk menuntut pelaku dengan hukuman kebiri.

“Agar supaya ada efek jera hingga kejadian seperti ini tak terus berulang,” harap Farida.

Terpisah, Kepala Seksi kesejahteraan Anak DP3A Bolmong, Rahmawati Gumohung mengatakan, bila dibandingkan dengan tahun 2019, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Bolmong mengalami peningkatan.

“Bila dibandingkan dengan tahun 2019, tahun ini alami peningkatan kasus. Karena tahun 2019 total ada 110 kasus, sedangkan Januari hingga Juni 2020 sudah ada 101 kasus yang terjadi,” ucap Rahmawati.

Dijelaskan Rahma, banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya kasus terhadap pwrempuan dan anak.

“Di antaranya, kurangnya pengetahuan akan dampak yang akan terjadi, ketahanan keluarga, hingga kondisi ekonomi juga bisa menjadi penyebabnya,” tutur Rahma.

Rahma melanjutkan, pihaknya terus melakukan upaya-upaya pencegahan untuk dapat menekan kasus perempuan dan anak di Bolmong.

“Kita selalu lakukan sosialisasi terkait pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, baik itu di masyarakat atau pun lewat sekolah-sekolah. Kita juga melakukan edukasi non formal seperti di tingkatan desa hingga ke tingkat keluarga-keluarga,” imbuh Rahma.

Dengan segala upaya yang terus dilakukan pihaknya, Rahma berharap agar kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Bolmong tidak lagi terjadi.

“Ke depan kita berharap agar kasus perempuan dan anak tidak lagi terjadi,” demikian Rahma. (udi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.