BOLMONG – CATUR salah satu permainan tak lekang oleh waktu. Bahkan permainan Catur kerap dibikin perlombaan para pemain manapun lintas usia. Tak salah bila kemudian olahraga otak yakni Catur berubah menjadi olaraga yang disegani.
Apa pasal? Karena permainan ini mengutamakan strategi tentang peperangan antara dua kerajaan yang diwakili oleh pion warna hitam dan putih.
Masing-masing memiliki langkah dan taktiknya sendiri. Dan pion yang hanya maju selangkah hingga ratu yang bisa ke segala arah didukung dengan langkah Kuda dengan arah “L” yang unik dan berbeda dengan peran lainnya.
Tidak salah jika saya mengatakan bahwa Catur adalah olahraga saya mengisi waktu lowong. Maka dari itu, tak heran catur dilombakan oleh kawan-kawan wartawan pos liputan Bolmong guna mengisi Hari Kemerdekaan RI yang ke 75. Alhamdullilah, lomba ini juga mendapat dukungan seorang top eksekutif, Tahlis Gallang.
Usai terlaksananya upacara 17 Agustus 2020 yang ke- 75, Senin malam tepat pada pukul 19.30 WITA, perlombaan caturpun dilaksanakan di rumah kediaman Tahlis Galang, di Desa Poyowa Besar Satu, Kecamatan Kotamobagu Selatan.
Dan untuk laga perdana Wartawan Vs Wartawan dengan Wasit Yadi Bangol dari media online. Dengan aturan main 4 ronde, menang satu ronde mendapat hitungan 1 poin.
Selama enam hari 16 peserta lomba termasuk saya, terus berjibaku dalam memenangkan lomba di setiap ronde yang saat itu sempat juri, Mohammad Nasaru dari Media Harian Metro. Walhasil, dipenghujung perhitungan poin niat untuk mampu berlaga hingga ke semifinal gagal terwujud. Itu karena poin yang dicapai hanya 37,05 poin (15 kali tandang).
Kendati demikian, sekedar menghibur perasaan kecewa, saya berprinsip bahwa seorang maestro catur kelas dunia sebeken Gerry Kasvparov asal Azerbaijan saja pernah merasakan sakitnya menerima kekalahan. Sebagaimana sejarah mencatat Kasparov menyerah kalah saat dirinya melawan sebuah computer bernama Deep Blue buatan IBM. Diketahui computer ini mampu mengevaluasi 200 juta gerakan per detik.
Artinya, sehebat-hebatnya Kasparov dia juga sempat mengalami kekalahan dari Deep Blue dalam duel yang berlansung tahun 1996 silam. Untuk itu dalam setiap perlombaan kekalahan itu adalah hal yang biasa, dan itu menjadi satu pembelajaran bagi pecinta-pecinta olahraga catur di tanah air.
Lanjut, masuk jadwal babak semi final yang digelar pada Minggu 23 Agustus 2020, sekira pukul sekitar pukul 14.00 WITA, bertempat di sebuah bangunan hijau di samping kolam dan persawahan (kebun milik Tahlis Gallang, red), laga sistem lawan silang yang diikuti empat orang peserta dimulai. Terdiri Sopyanto Mamonto berhasil mengumpul 55 poin, Tjipta Molanu 50 poin, Saleh Atilu 43,5, disusul Hendra Makalalag 41 Poin.
Di babakan ini, peserta Sopyanto Mamonto dan Tjipta Molanu berhasil lolos dalam laga semifinal, dan berhak tampil di ajang final memperebutkan Juara Satu. Akhirnya, tampil sebagai jawara yakni Sopyanto yang sukses menang telak dengan skor 3 – 1. Awalnya Ctjipta Molanu banyak menuai dukungan dari kawan-kawannya untuk menang, namun nasib berkata lain. Meski demikian ia mampu menunjukkan jiwa sportivitasnya dengan menerima hasil akhir meski hanya bisa berada di posisi ke dua (2), dari 16 peserta lomba.
Sementara hasil perebutan posisi tiga dan empat yang mempertemukan Hendra Makalalag Vs Saleh Atilu, hasilnya dimenangkan Saleh Atilu dengan skor 3 – 1.
Dengan tuntasnya pelaksanaan pertandingan, para jawara pun langsung didaulat ke depan hall untuk bersiap-siap menerima hadiah yang sudah disiapkan sponsor tunggal perlombaan Catur, yakni tuan rumah gelaran lomba, Tahlis Gallang.
Di tengah iringan tepuk tangan itu, saya sontak terkejut manakala nama saya di sebut langsung oleh Sponsorship Tahlis Gallang, memberikan mandat, mewakili rekan-rekan seprofesi, untuk dapat menyerahkan hadiah kepada empat jawara lomba catur malam itu.
Kendati hanya perlombaan biasa (sederhana), namun sisi naluriah saya berkata bahwa kepercayaan untuk menyerahkan hadiah kepada para pemenang sungguh sebuah apresiasi yang persyukurannya sungguh luar biasa.
Nah, usai penyerahan hadiah kami pun menikmati makan malam bersama dengan menu daging bebek garo rica ala bumbu masakan Mongondow, karya koki handal Candi Ponuntul dan kawan kawan.
Seusai makan malam Papa Ain –sapaan akrabTahlis Gallang– langsung menutup seluruh rangkaian kegiatan perlombaan catur dengan sepatah dua kata.
“Mudah-mudahan lomba catur yang cukup sederhana ini, nantinya akan terus berkelanjutan. Sudah tentu dengan selalu mengingat semboyan ”Gens Una Sumus” (kita adalah satu),” pesan Papa Ain.
Penulis : Erwin Ilam Mamonto