BERITATOTABUAN.COM, BOLMONG – Upaya Aditya Anugrah ‘Didi’ Moha dalam memperjuangkan hak konstitusi sebagai warga negara di Mahkamah Konstitusi (MK) mendapatkan respon positif dari para hakim.
Sebelumnya, pada sidang permohonan pengujian UU Pilkada Perkara Nomor 54/PUU-XXII/2024, hakim panel yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo dan didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat serta Daniel Yusmic P. Foekh memberikan sejumlah nasihat dan saran kepada permohonan yang di ajukan oleh Aditya Anugrah Moha.
“Supaya bisa memberikan keyakinan pada hakim, ini semua orang tidak bisa digeneralisir, ada orang yang sudah menyadari harus berbuat lebih baik lagi karena sudah pernah melakukan kesalahan,” ujarnya Hakim Arief Hidayat, Kamis, 4 Juli 2024.
Permintaan hakim kemudian ditindaklanjuti dengan baik oleh tim kuasa hukum Aditya Anugrah Moha yang dipimpin oleh Imam Nasef.
Di mana, pada sidang perbaikan permohonan yang digelar Rabu, 17 Juli 2024, tim kuasa hukum Aditya Anugrah Moha telah mengakomodir seluruh permintaan hakim.
“Pada prinsipnya seluruh masukan, nasihat yang disampaikan ketiga majelis panel, kami sudah coba akomodir semuanya, kami masukan dalam perbaikan yang mulia,” ujar Imam Nasef yang didampingi langsung oleh Aditya Anugrah Moha.
Dalam pemaparannya dihadapan majelis hakim, Imam Nasef memaparkan bahwa, demokrasi subtansial memiliki keadilan berdasarkan proposionalitas yang menjaga hak-hak seluruh lapisan masyarakat tanpa pandang bulu.
“Norma pencabutan sementara hak politik selama 5 tahun bagi mantan terpidana khususnya yang tidak dicabut hak pilihnya, untuk mengikuti Pilkada, adalah bentuk menghalangi terciptanya keadilan yang proporsional,” terangnya.
Terlebih, baik secara substantif dan etik, demokrasi tidak menggolongkan masyarakat berdasarkan masa lalu dan menjamin hak politik setiap masyarakat.
“Keikutsertaan mantan narapidana yang tidak dicabut hak politiknya dalam demokrasi baik dipilih maupun memilih tidak dapat dipandang sebagai bentuk negatif menurunnya kualitas dan integritas demokrasi,” lanjutnya.
Dalam kesempatan tersebut, tim kuasa hukum ADM juga turut menyampaikan sejumlah contoh kasus terkait penyesuaian kembali pendirian MK berkenaan dengan pencabutan hak politik, salah satunya pencalonan anggota DPD Irman Gusman pada Pemilu 2024.
“Mahkamah menilai Irman Gusman tidak termasuk dalam cakupan yang dikenai syarat jeda 5 (lima) tahun bagi terpidana yang menjalaninya sebagaimana telah menjadi pertimbangan hukum Putusan PTUN Jakarta 600/2023,” terangnya.
Irman Gusman sendiri, berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 97/PK/PID.SUS/2019 Tanggal 24 September 2019, dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinan telah melakukan perbuatan tindak pidana korupsi dengan ancaman maksimal 5 tahun dan dikenakan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama 3 tiga tahun.
“Penafsiran yang dilakukan MK dalam putusan a quo, menurut Pemohon bisa juga diterapkan dalam perkara a quo, karena esensinya Pemohon hanya meminta agar jeda lima tahun itu dikecualikan bagi mantan terpidana yang tidak dicabut hak politiknya, sehingga tidak akan berlaku bagi seluruh mantan terpidana tipikor,” jelasnya.
Hakim MK Suhartoyo pun menyampaikan, mahkamah khususnya hakim panel akan segera mengambil keputusan terkait pengujian UU 10 tahun 2016, dalam hal ini Pasal 7 ayat (2) huruf g tentang syarat pencalonan.
“Supaya dimaknai sebagaimana yang dimohonkan pemohon pada hari ini, disamping permohonan ini diminta untuk diputus diberi skala prioritas karena adanya momen tahapan² pendaftaran. Nanti kami sampaikan bagaimana sikap Mahkamah, nanti tunggu saja para pemohon, akan diberitakan melalui kepaniteraan,” ujarnya.
Sementara itu, Aditya Anugrah Moha atau akrab disapa ADM menyampaikan optimismenya terkait pengujian yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
“tentunya pengujian Pasal ini kami hanya ingin mencari keadilan bagi mereka yang secara hukum tidak dicabut hak politiknya karena tidak terbukti melakukan kejahatan atas jabatannya dan menyalahgunakan wewenangnya seharusnya tetap bisa mengikuti kontestasi dan tetap memliki hak untuk memilih dan dipilih,” ujarnya.
Terlebih, dalam putusan PN Jakarta Pusat, hak Politik ADM tidak dicabut karena tidak terbukti melakukan kejahatan atas jabatan dan merugikan keuangan negara.
“Secara sosiologis perkara saya bukanlah perkara yang merugikan banyak orang ataupun merugikan institusi negara, Ini adalah hak anak untuk anak membela harkat dan martabat orang tuanya, “IBU” Ibu in lipu naton komintan,” ucapnya.
Masyarakat Bolaang Mongondow sendiri tengah menanti putusan MK ini, mengingat ADM menjadi salah satu tokoh yang dijagokan untuk maju sebagai calon Bupati.
“Ini menjadi semangat serta harapan masyarakat yang tergambar dalam beberapa survey polling bahkan sejumlah dukungan melalui KTP masyarakat agar bisa berkontestasi baik pada pileg-pilkada,” lanjutnya.
Sosok bersahaja inipun memohon doa dari seluruh masyarakat Sulawesi Utara khususnya Bolaang Mongondow Raya agar harapan masyarakat dapat terwujud melalui putusan MK ini.
“semoga ikhtiar ini bisa maksimal dan teriring doa kita semua perjuangan ini akan berakhir dengan putusan yang mengabulkan permohonan ini, amin,” tutupnya.*(Ngg)