BERITATOTABUAN.COM, KOTAMOBAGU -Maraknya ‘kampanye uang’ yang beredar di media sosial beberapa waktu belakangan menuai keprihatinan dari berbagai kalangan dan pemerhati demokrasi.
Salah satunya datang dari Ketua Masyarakat Pers Pemantau Pemilu atau MAPILU PWI Kotamobagu Robianto Suid SHut. Kepada awak media, Robianto menyayangkan ‘kampanye uang’ yang digulir oleh tim Bakal Pasangan Calon di media sosial, dimana dirinya menganggap kalau hal tersebut justru merusak integritas demokrasi.
“Kami justru mempertanyakan, apakah politisi atau tim sukses saat ini kehilangan visi dan misi, sehingga yang ditonjolkan hanya uang untuk mempengaruhi pemilih,” sindir Robianto yang juga dikenal sebagai mantan anggota KPU Kotamobagu.
Menurut Robianto, seharusnya informasi yang disebarluaskan oleh bakal pasangan calon dan tim sukses, adalah program dan visi untuk membangun daerah, bukan kamoanye uang yang justru merusak mental masyarskat.
“Praktik kampanye uang ini mengajarkan masyarakat bahwa pemilihan pemimpin bergantung pada siapa yang memiliki uang terbanyak. Padahal, memilih pemimpin seharusnya berdasarkan kemampuan mereka untuk memimpin dan membangun sumber daya manusia juga infrastruktur penunjang yang mendukung kesejahteraan masyarakat,” tambahnya.
Robianto menekankan, bahwa yang seharusnya dipertontonkan oleh para bakal.pasangan cslon kepala dserah, idealnya adalah kompetisi program dan gagasan antar kandidat, bukan adu siapa yang paling banyak uang.
“Ini sangat memalukan. Politisi di daerah ini sudah tidak malu lagi menunjukkan praktik bagi-bagi uang dalam konteks pemilihan. Jika kandidat hanya mengandalkan uang, maka mereka tidak akan mampu menunjukkan kualitas kepemimpinan yang sesungguhnya,” tambahnya.
Bahkan, Robianto mencurigai bakal.pasangan calon yang terkesan ‘Menjual Uang’ dalam.kampanye meteka, bisa saja jika terpilih nanti, hanya akan menggerus APBD untuk mengembalikan kerugian saat Pilkada.
“Jangan sampai APBD tergerus untuk mengembalikan modal saat Pilkada, dan masyarakat yang dikorbankan,” katanya.
Sebagai langkah antisipasi, Rubianto mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk segera menanggapi fenomena ini.
“Bawaslu perlu memantau secara ketat, karena ini berpotensi memicu praktik money politics saat pemilihan pada 27 November mendatang,” tandasnya. (*)