Oleh: Arman Mokoginta *
Salah satu aspek budaya yang erat dalam kehidupan manusia adalah kepercayaan kepada sesuatu kekuatan (dzat) yang berada di luar dirinya. Dzat tersebut dipercayai dapat memberikan kebahagiaan, kemakmuran atau kesaktian yang luar biasa. Namun dzat itu dapat pula bertindak sebaliknya, yaitu mendatangkan kehancuran atau kesengsaraan bagi manusia yang melawan atau mengkhianatinya. Pada masyarakat yang masih primitif, arwah nenek moyang atau leluhur, atau bahkan yang lebih dekat lagi yaitu ketua kelompok atau suku, dapat pula menjadi dzat yang mempunyai kekuatan supra natural atau kekuatan ketuhanan atau kedewaan. Para ahli sosial-budaya menyebut kepercayaan kepada dzat semacam itu sebagai kepercayaan animisme atau dinamisme. Umumnya dzat yang dianggap mempunyai kekuatan itu umumnya tidak tunggal, melainkan banyak. A.C. Kruyt (1869-1949), Kepercayaan-kepercayaan itu kemudian mengalami perubahan atau pengayaan, sesuai dengan perkembangan budaya serta dinamika sosial-ekonomi masyarakat yang menjadi pendukungnya, khususnya pola pikir mereka dalam merespon atau menanggapi berbagai peluang dan tantangan yang muncul sebagai konsekuensi dari interaksi dengan lingkungannya. Dengan meminjam pendapat Anthony Giddens, perubahan itu sangat ditentukan oleh keberadaan agen-agen perubahan (agent of change) pada kelompok masyarakat tersebut. Dengan demikian bukan suatu yang aneh jika perkembangan sistem kepercayaan atau agama tidak selalu sama atau sejajar antar satu komunitas dengan komunitas lainnya, walaupun jarak pemukiman mereka relatif dekat.
Legitimasi pemerintah terkait dengan aktifitas bagi para penganut Aliran Kepercayaan ini lewat UU No 24 Tahun 2013 Perubahan atas UU no 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kepedudukan ini, yang isinya banyak mengakomodasi penganut aliran kepercayaan, mulai dari legalitas lembaga, dibolehkannya mencantumkan identitas sebagai penganut kepercayaan di KTP, disahkannya tata cara perkawinan oleh Catatan Sipil, pelaksanaan ibadah, hingga penguburan yang mereka yakini. sealin itu terbit Peraturan Bersama Mendagri dan Menbudpar No 43–41 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelayanan Kepada Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, ditambah Peraturan Mendagri No 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Pencatatan Perkawinan Di Negara Lain.
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa pada dasarnya merupakan satu konsep baru yang lahir dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah system kesadaran dalam penghayatan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keyakinan yang bersumber dari nilai spiritual warisan leluhur. Nah dalam konteks ini pengakuan Negara terhadap agama yang ada di indonesia di dasarkan pada keyakinan para pembuat kebijakan tetapi tidak di landaskan pada keragaman bangsa Indonesia dalam konteks kekayaan Kultural,
Ini dikuatkan dengan aliran kepercayaan atau kebatinan itu tidak ditempatkan pada lembaga atau kementrian yang sama dengan kementrian yang menaungi agama resmi. Pemerintah menetapkan aliran kepercayaan berada di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud), tepatnya di bawah Direktorat Pembinaan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Direktorat Jenderal Kebudayaan. Sedangkan dalam rancangan Undang-undang Dasar (UUD) yang kemudian menjadi UUD dicantumkan jaminan negara terhadap kehidupan agama dan kepercayaan seperti tertera pada pasal 29 yang berbunyi:
- Negara didasarkan kepada Ketuhana Yang Maha Esa.
- Negara menjamin kebebasan setiap warga negara untuk meilih agamanya sendiri, dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Pengosongan Pada Kolom Agama di KTP (Bukan Penghapusan) menjawab Praktek yang dilakoni oleh para penganut Aliran Kepercayaan Selama ini memilih agama lain secara asal-asalan atau secara acak hanya untuk keperluan praktis dan formalitas seperti untuk mengisi data Kartu Tanda Pengenal Penduduk (KTP) juga menimbulkan kesulitan tersendiri terkait dengan keyakinan yang mereka anut.
Padahal Bangsa ini Lahir dan besar dari Khasanah Budaya dan keyakinan yang sangat beragam serta dengan keunikannya masing – masing, Para penganut Aliran kepercayaan ini selama tidak menciderai keberadaan agama yang ada maka sejatinya penghargaan Negara harus di apreseasi sebagai salah satu modal untuk Pertahanan kedaulatan bangsa dari pengaruh negatif budaya asing melalui budaya spiritual, Pembentuk pekerti dan karakter bangsa yang berbudi luhur, Pembentuk identitas dan pengukuhan jati diri bangsa, Sumber inspirasi kemajuan bangsa. Modal dari Keyakinan dan para penganut ini adalah kebersihan Jiwa dan moralitas yang bersih serta konsisten terhadap sesuatu yang diyakini menjadi sebuah inspirasi dalam menjalani hidup yang sangat mendasar melahirkan perilaku positif bagi para penganutnya yang memang cenderung mengabaikan keyakinan – keyakinan yang dilandaskan pada ketahuan yang tekstual serta bersifat doktrin. Rahayu. (*)
*Penulis adalah Penyuluh Budaya