Makassar, BT – Oknum polisi dari korps Brigade Mobil (Brimob) di Makassar yang diduga kuat, telah melakukan pemukulan terhadap wartawan, ternyata tidak dijerat dengan undang-undang pers. Hal ini tercermin dari pernyataan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), yang kecewa dengan pihak penyidik di kepolisian yang tidak memproses para polisi pengeroyok wartawan dengan UU Nomor 40 tahun 1999 itu.
“Jelas kecewa, sebab ini ada indikasi kalau telah ada upaya perlindungan terhadap sesama korps. Terlebih, sejumlah alat bukti, seperti gambar pengeroyokan, dan perampasan memory card dari wartawan yang mengalami kekerasan itu, sudah diserahkan ke pihak penyidik,” ujar pengurus AJI Makassar, Humaerah Jaju Sabtu (15/11/2014) kemarin.
Jaju mengatakan, tiga dari tujuh wartawan yang merupakan korban kekerasan aparat kepolisian, sudah melapor ke Poltabes Makassar. Bahkan seorang diantaranya yakni Ikhsan Arham, atau dikenal dengan sebutan Asep, sudah membawa saksi untuk diperiksa oleh penyidik.
Adapun dua saksi yang dihadirkan oleh Asep, adalah fotografer Harian Radar Makassar, Asrul dan fotografer Harian Cakrawala, Zulkifly. Mereka diperiksa bersamaan oleh tiga penyidik berbeda, Sabtu petang.
Informasi yang didapat beritatotabuan.com, lewat kantor berita Antara, diketahui kalau pemeriksaan itu dimulai pukul 16.30 dan selesai pukul 18.00. Hanya saja, Asep diperiksa lebih lama dibandingkan dua saksi yang dihadirkan.
Zulkifli sendiri mengatakan kalau dalam pemeriksaan itu, dia ditanya beberapa pertanyaan, seputar kronologi kejadian.
“Mereka (penyidik.red) menanyakan posisi saya saat itu, ketika polisi melakukan penyisiran dalam kampus UNM. Selain itu, banyak pertanyaan lain yang diajukan,” ujar Zulkifli.
Proses pemeriksaan saksi dan korban ini didampingi oleh AJI Kota Makassar, LBH Makassar, dan LBH Pers Makassar. Asep ditanyai mengenai kronologis kejadian, termasuk bagian tubuhnya yang kena pukulan saat itu.
“Ada tiga bagian di tubuh saya yang kena pukul dan terasa sakit sampai besoknya. Ada di depan, di pangkal paha, dan di belakang bagian saya,” ujar Asep.
Hanya saja, AJI menilai, proses pemeriksaan ini tidak memenuhi rasa keadilan. Penyidik hanya mengenakan pasal pidana umum, yakni pasal 352 KUHP mengenai penganiayaan ringan. Penyidik sama sekali tak memasukkan salah satu pasal UU Pers.
Padahal, Asep dan kawan-kawan menjadi korban karena profesinya sebagai jurnalis. Polisi yang beringas menyerang kampus saat itu, sengaja melakukan pengrusakan alat kerja jurnalis dan menghalangi mereka mengambil gambar.
Bahkan para fotografer dan reporter yang jadi korban dikejar layaknya pencuri saat mengambil gambar. Hanya karena polisi tak ingin terekam melakukan aksi vandal, menganiaya mahasiswa, dan merusak fasilitas kampus UNM. (ant)