BERITATOTABUAN.COM, SULUT – Dorongan DPRD Provinsi Sulut yang meminta agar pemerintah daerah bisa menyediakan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di sejumlah daerah yang memiliki potensi tambang, mendapatkan sambutan positif dari aktifis lingkungan Bolmong Hernratno Pasambuna SHUt.
“Keberadaan PETI sendiri bagaimanapun ikut merugikan daerah dari sisi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu, dampak negative terhadap lingkungan juga akan bisa dirasakan warga lingkar tambang jika terus dibiarkan,” ucap Hendratno.
Hendratno pun menambahkan, seandainya WPR tersebut bisa terwujud, untuk wilayah Bolaang Mongondow Raya diharapkan bisa ada konsep pertambangan rakyat berkelanjutan, yang dapat menjawab pengelolaan persoalan yang ditumbulkan oleh kegiatan masyarakat penambang. “Ada empat aspek yang harus diperhatikan, yakni aspek kebijakan, modal, kelembagaan dan lingkungan. Dimana, jika empat aspek tersebut berjalan secara menyeluruh bisa memberikan manfaat optimal bagi masyarakat, dan juga daerah, serta bisa juga menekan potensi kerusakan lingkungan yang bisa timbul dari aktifitas pertambangan,” jelasnya.
Terpisah, pengamat lingkungan Sulawesi Utara Isri Mangangka mengatakan kalau aktiitas PETI bisa membuat penurunan drastic terhadap kualitas lingkungan. “Merkuri yang dihasilkan dari proses pemisahan emas dalam PETI tanpa lewat proses treatment adalah salah satu penyebab pencemaran lingkungan,” imbuh Isri.
Kordinator program studi Teknis Lingkungan pada Fakultas Teknis Unsrat ini juga menambahkan, dari informasi yang didapat dari sejumlah penelitian ditemukan bahwa pencemaran lingkungan akibat merkuri dari lokasi PETI di sejumlah wilayah di Sulut saat ini cukup memprihatinkan. “Dimana, merkuri tersebut jika sudah tercampur pada sumber air milik warga akan sangat membahayakan dan memiliki dampak negative bagi kesehatan masyarakat, baik jangka pendek ataupun jangka panjang. Salah satunya di Dimembe, dimana kadar airnya telah memiliki kadar merkuri jauh diatas ambang batas,” paparnya. (jm)