BERITATATOTABUAN.COM, JAKARTA – Dua media social ternama, yakni Twitter dan Facebook disebut membolehkan penyebaran Islamofobia. Hal ini sebagaimana hasil investigasi yang dilakukan The Independent, dan dilansir lewat Republika Online dimana, 2 media sosial itu diketahui kerap menolak menutup ratusan akun yang menyebarkan kebencian terhadap Islam.
Padahal, berbagai kelompok antirasisme telah meminta Twitter dan Facebook untuk menutup akun-akun tersebut. Saat ini, akun yang menyebut Muslim sebagai pemerkosa dan paedofil meningkat secara signifikan dalam beberapa bulan belakangan. Bahkan, Muslim kerap disamakan dengan kanker.
Penyebaran itu mulai marak khususnya setelah kasus kekerasan seks di Rotherham dan pembunuhan sandera yang dilakukan oleh ISIS.
The Independent melansir, kasus paling ekstrem terjadi setelah eksekusi ISIS terhadap warga negara Inggris. Namun, akun-akun yang menyebarkan kebencian tersebut tidak mendapat teguran ataupun ditutup oleh Twitter dan Facebook.
Facebook menyatakan, penting untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan mempertahankan lingkungan yang aman dan terpercaya. Namun kenyataannya, sering menghapus konten menyerang berdasarkan suku yang dilaporkan.
Sementara Twitter menyatakan, melakukan pemeriksaan semua konten yang dilaporkan yang melanggar aturan yang secara khusus menyebut mengenai ancaman kekerasan.
Dalam beberapa bulan terakhir, kelompok Muslim telah mencoba untuk mengumpulkan secara detail penyalahgunaan media sosial dan melaporkannya ke Twitter dan Facebook. Mereka melaporkan lusinan akun dan ratusan pesan kepada dua perusahaan itu.
Namun, meskipun telah dilaporkan, akun-akun itu tetap bisa diakses. “Ketikan komentar-komentar itu dilaporkan, Facebook menyatakan, mereka tidak melanggar aturan,” tulis The Independent.
Fiyaz Mughal, Direktur Faith Matters yang membantu korban anti-Muslim menyatakan kekecewaannya atas sikap dua perusahaan itu.
“Twitter dan Facebook telah masuk dalam kehidupan sosial untuk mencari keuntungan dan tidak bisa diam dan membentuk masa depan kita berdasarkan syarat dan ketentuan yang tidak sesuai dengan tujuannya,” ujar Mughal.
Bahkan, katanya, sebuah organisasi bernama Britain First mengandalkan Facebook untuk mengorganisasi, melakukan kampanye dan menyebarkan informasi salah kepada follower-nya mengenai Islam dan Muslim.
Oktober lalu, Metropolitan Police menyatakan, kejahatan terhadap Muslim di London meningkat sebesar 65 persen dalam 12 bulan terakhir. Disebutkan, kejahatan anti-Muslim meningkat tajam setelah pembunuhan Lee Rigby pada 2013.
Eric King mendapat penahanan hukuman karena mengirim masjid setempat sebuah gambar dari kotoran anjing berisi Muhammad berhubungan seks dengan anjing. Namun, akun Facebook-nya yang digunakan untuk menyebarkan pesan kekerasan terhadap masjid tersebut masih aktif. Bahkan, masih mempromosikan kebencian terhadap Muslim.
“Jika para pengguna media sosial menyebarkan informasi mengenai penembakan warga berkulit hitam atau mendiskusikan Yahudi sebagai kanker dan dianggap sebagai ilegal. Maka, perlindungan yang sama harusnya diterapkan terhadap komunitas Muslim,” tambah Mughal.
Dalam pernyataannya, Facebook memiliki ketentuan yang jelas mengenai apa yang boleh dan tidak dapat diterima terkait dengan kebebasan berbicara.
“Kami memandang pernyataan kebencian sebagai hal yang serius dan akan menghapus semua konten yang dilaporkan kepada kami yang menyebarang seseorang secara langsung berdasarkan ras, etnis, kewarganegaraan, agama, jenis kelamin, gender, orientasi seksual, cacat fisik atau kondisi kesehatan,” ujar juru bicara Facebook.
“Kami bertujuan untuk menunjukan masyarakat kekuatan pernyataan dan mencoba mencapai keseimbangan untuk kebebasan berekspresi dan mempertahankan lingkungan yang aman dan terpercaya,” tambahnya.
“Kami memeriksa semua kontek yang melanggar aturan kami, yang melarang penyalahgunaan secara langsung dan ancaman ancaman kekerasan terhadap orang lain,” ujar juru bicara Twitter. (rol)