BERITATOTABUAN.COM, BOLTIM -Akibat kenaikan bahan baku terjadi secara signifikan, dan anggaran subsidi tidak mengalami penambahan, maka dilakukan pembatasan atas bahan dan barang bersubsidi, termasuk pupuk untuk tanaman.
Hal ini diungkapkan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) Mat Sunardi, ia mengatakan, bahwa Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan baru terkait jenis pupuk yang disubsidi.
“Jadi, dari awalnya tujuh jenis pupuk, tinggal menjadi dua jenis pupuk yang bersubsidi, yakni pupuk Urea dan NPK (Notrogen, Pospat, Kalium). Dan itu juga berlaku pada tahun 2023,” ujar Mat Sunardi. Rabu 28 September 2022.
Ia juga menjelaskan, kebutuhan dan jenis pupuk yang paling banyak digunakan oleh para petani di Kabupaten Boltim adalah pupuk urea dan NPK. Sehingga pihaknya tak tanggung-tanggung mengusulkan permintaan hingga diatas 42.000 ton pupuk setiap tahunnya.
Namun begitu ia mengaku usulan permintaan tersebut sering tidak dapat terpenuhi. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, termasuk kuota terbatas dan pembagian ke sejumlah wilayah Kabupaten dan Kota se-Sulut.
“Sebenarnya berdasarkan usulan, kami melakukan permintahan tidak pernah kurang, selalu diatas 42.000 ton pertahun. Tapi yang diterima tidak sampai 1.500 ton. Ini juga disebabkan kuota terbatas dan pembagian ke 15 kabupaten kota se-Sulut. Selain itu, juga dikarenakan kemampuan keuangan Negara,” terangnya.
Lanjutnya, meski begitu ia tak menampik bahwa keberadaan pupuk non subsidi di lapangan masih terus tersedia. Akan tetapi harganya tentu lebih mahal. Untuk hal ini, dia mengaku pihaknya pernah memberikan usulan ke Pemerintah Pusat terkait ketimpangan harga pupuk yang terlalu jauh perbandingannya.
“Non subsidi ada di lapangan, cuma harganya mahal. Subsidi seperti satu karung Urea kan hanya 112 ribu, sementara yang Non subsidi itu harganya hampir 600 ribu per karung. Timpang sekali kan. Kami sudah mengusulkan ke pusat, jangan terlalu timpang harga pupuk subsidi dan non subsidi. Katakanlah subsidi bisa dikisaran 200 hingga 300 ribu dan non subsidi bisa dikisaran 600 ribu, sehingga para petani tidak mengejar barang yang disubsidi itu,” tutupnya.
Reporter : Rifki Palengkahu